biografi, biografi kiai pphm ngunut, KH.ali shodiq umman

Biografi Kiai PPHM Ngunut KH.M.Ali Shodiq Umman – Dari Lirboyo Menuju Pelaminan

Beliau bernama Ali Shodiq, itulah nama aslinya. Ali Shodiq lahir pada tahun 1929 M, tepatnya di dusun Gentengan lingkungan IV, kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Pada saat Ali Shodiq lahir dan tumbuh bersama masyarakat Ngunut yang sangat minim akan pengetahuan agama. Bisa dikatakan, bahwa mereka sangat tidak mengerti tentang ilmu agama, atau masyarakat abangan.

Sang Ayah dari Ali Shodiq bernama Pak Uman. Beliau merupakan seorang kusir dokar yang hidup sederhana, namun dia sangat taat beribadah. Sedangkan Ibu dari Ali Shodiq bernama Bu Marci. Orang tua Ali Shodiq ini berasal dari daerah beranama Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Meskipun hidup sederhana, orang tua Ali Shodiq sangat menginginkan seorang anak yang ‘alim ‘allamah dalam hal agama. Karena hal tersebut, Pak Uman sangat senang dan sangat menghormati pada setiap kyai dan santri yang ia temui. Jika ada santri yang menumpang dokar beliau, beliau selalu mengantarkannya kemanapun santri itu pergi, tanpa memungut biaya darinya santri tersebut.

Diasuh Paman Dari Ibu

Ali Shodiq merupakan anak ke 7 dari 18 bersaudara. Tapi, yang hidup sampai dewasa hanya 10 orang. Mereka adalah Intiamah, M. Syarif, Markatam, Abdul Syukur, Abdul Ghoni, Umi Sulkah, Ali Shodiq, Amini, Khoirul Anam dan Marzuki. Sedangkan yang 8 lainnya sudah meninggal ketika masih kecil.

Pada saat umur Ali Shodiq sepasar (lima hari), Ali Shodiq dirawat oleh paman beliau, dia bernama Pak Tabut. Pak Tabut ini adalah adik dari Ibu Marci. Dia merupakan seorang pedagang batik dan pemborong palawija yang cukup mapan.

Pak Tabut tinggal bersama istrinya yang bernama ibu Urip, dari Olak Alung. Nama salah satu daerah yang berada di Ngunut, menurut cerita dulu, daerah itu merupakan daerah basis PKI (Partai Komunis Indonesia), yaitu tepatnya di jalan raya 1 No. 34 Ngunut, dan kini menjadi Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Ngunut (PPHM-Ngunut) pusat.

Ali Shodiq sangat disayangi oleh Pak mereka tidak di karuniai seorang anak. Selama hidup bersama Pak Tabut, Ali Shodiq hidup serba berkecukupan, sgala keinginannya terpenuhi. Pada sejak itu pulalah, Ali Shodiq sangat suka dengan kuda.

Akan tetapi, di balik itu semua Ali Shodiq yang masih muda merasa prihatin dengan keadaan dan kondisi masyarakat di sekitar Ngunut yang  jauh dari nilai-nilai agama. Sejak beliau masih kecil, dia mulai belajar mengeja huruf-huruf Al Qur’an dan tentang cara-cara beribadah, di bawah asuhan Bapak Mahbub, di desa Kauman, Ngunut.

Masa Pendidikan Ali Shodiq

Setelah beliau menamatkan Sekolah Rakyat, atau sekarang disebut sebagai Sekolah Dasar (SD), Ali Shodiq mulai “mengembara” mencari ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Pengembaraan beliau dalam mencari ilmu, kurang lebih sampai 26 tahun lamanya. Di awali dari Pondok Pesantren Krapyak, di Yogyakarta, tapi Ali Shodiq di sini tidak begitu lama, kemudian beliau melanjutkan mencari ilmu ke Pondok Pesantren Jampes, Kediri, yang waktu itu masih diasuh oleh K.H. Ihsan Dahlan.

Setelah Mbah Yai Ihsan Dahlan pulang ke Rahmatullah, Ali Shodiq pindah ke pondok pesantren Lirboyo (PP Hidayatul Mubtadiien), Kediri. Ketika tiba bulan puasa, Ali Shodiq sering mondok di pondok Pesantren Treteg, Pare, Kediri, yang diasuh K.H Juwaini Nuh, dan beliau juga pernah ke pondok Pesantren Mojosari, Nganjuk, asuhan dari K.H Zainuddin.

Beliau juga pernah tabarukan (ngalap berkah: mencari berkah karena dan untuk Allah kepada ulama’ /wali sepuh) ke Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jomban, asuhan dari romo K.H Hasyim Asy’ari yang tidak lain adalah Pendiri Nahdhatul Ulama’, dan beliau juga pernah menimba ilmu pada K.H Ma’ruf , Kedoglo, Kediri.

Pada saat beliau, masih Mondok di pondok Pesantren Jampes, Kediri, Ali Shodiq meminta kepada sang ibu angkat beliau, Mbah Urip, untuk mendirikan sebuah langgar kecil di rumahnya. Tempat itulah yang kelak kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiien Ngunut (PPHM-Ngunut).

Dari Lirboyo Menuju ke Pelaminan

Menurut Mbah K.H Ihsan (Pengasuh Pondok Pesantren Abul Faidl, Bakalan, Wonodadi, Blitar) setelah K.H Ihsan Jampes meninggal pada sekitar tahun 1952, Ali Shodiq pindah ke Pondok Pesantren Lirboyo yang waktu itu masih diasuh oleh K.H Abdul Karim. Pada saat Ali Shodiq mondok di Lirboyo inilah, ada peristiwa yang sangat penting, yaitu sekitar tahun 1958, ada seorang Kiai dari Mbaran, Kediri, yang bernama K.H Umar Sufyan yang mencari beliau untuk dinikahkan.

Ali Shodiq pada waktu itu, sami’na wa ‘atho’na dengan guru, beliau mau untuk dijodohkan. Sungguh tak disangka, ternyata beliau dijodohkan dengan putri kandung dari KH. Umar Sufyan sendiri, yang bernama Auliyah (setelah ibadah haji di ganti menjadi Hj.Siti Fatimatuzzahro’). Padahal, Auliyah pada waktu itu masih berumur 7 tahun. Namun, akad nikahpun tetap dilaksanakan dengan cara sederhana.

Hari bahagia nan penuh barokah, akad nikah seorang calon kiai dengan putri seorang kiai pun berlangsung. Dengan diantar oleh para santri Lirboyo, beliau berangkat dari Pondok Pesantren Lirboyo menuju Mbaran, Kediri. Subhanallah

Sumber referensi: syareevhida.wordpress.com
Tasamuh.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *